MAKASAAR, DUPLIKNEWS - Kembali terjadi perbuatan tidak menyenang dialami oleh oknum wartawan pada saat melakukan peliputan yang ada di salah satu SPBU Galala di Sofifi Maluku Utara.
Dimana oknum wartawan inisial (YS) diintimidasi dan diteror serta diancam akan melaporkannya kepolisi terkait dengan pemberitaan yang sudah di tanyangkan.
Berdasarkan UU Pers No. 10 tahun 1999, tercantum pasal - pasal kebebasan Pers dalam melakukan tugas jurnalis, namun hal itu tak dihiraukan pimpinan SPBU Galala.
Dikatakan, kejadian itu bermula pada saat oknum wartawan inisial (YS) menerima keluhan masyarakat yang mengatahkan bahwa SPBU Galala diduga melakukan praktek kotor yang bekerjasama dengan pengecer dan sopir angkot serta jenis kendaraan lainnya untuk melakukan pengisian hingga berulang kali dengan jenis kendaraan yang sama.
Mendapati laporan itu, inisial (YS) langsung bergegas ke SPBU yang dimaksud serta mendapati adanya aktifitas sesuai yang dilaporkan masyarakat.
Saat oknum wartawan sudah mengantongi bukti adanya pelanggaran yang dilakukan SPBU Galala dan hendak ingin mengkonfirmasi kepada pimpinan SPBU Hengki Paliama, namum tak merespon dan enggan untuk ditemui hingga beritanya tayang dibeberapa media Online.
Tak terima beritanya tanyang, Hengki Paliama menghubugi salah satu kenalan media lain untuk mengajak wartawan inisial (YS) agar berkompromi agar tidak menanyangkan berita lanjutannya terkait dugaan mafia BBM yang di lakukan oleh petugas BBM.
Waratawan inisial (YS) mengungkapkan hingga detik ini permainan kotor yang dilakukan SPBU Galala masih saja dilakukan, bahkan dikatan Hengki Paliama Ancam Lapor wartawan ke Polisi dengan alasan wartawan menulis berita tidak punya dasar bukti.
UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, pasal 4 ayat (1,2,3) sangat jelas menjelaskan bahwa,
Ayat :
1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Hingga sejauh ini Hengki Palama bahkan melakukan pembelaan diri dan bahkan pegawainya masih asik melakukan tindakan kotor seolah-olah tindakan yang di lakukan sudah benar.
Diduga, Hengki juga mengklaim bahwa apa yang di tanyangkan jurnalis adalah Hoax dan tak mendasar.
Jurnalis dalam menulis sebuah berita, sebelumnya sudah mengantongi bukti kemudian menkonfirmasi terkait temuan dan hal itu sudah di lakukan, namun masih di anggap salah oleh pihak SPBU, karena takut kejahatannya terbongkar.
Dalam keterangan, Polri melakukan pertemuan dengan Dewan Pers dalam rangka menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) terkait laporan terhadap wartawan hanya ditangani Dewan Pers dan menjamin kebebasan Pers dalam melakakukan tugasnya.
Pelaksana tugas (PLT) Ketua Dewan Pers M. Agung Dharmajaya menunuturkan ini merupakan langkah konkret untuk mendukung kinerja jurnalis dalam menjalankan tugas.
"Ini langkah konkret terkait menjamin kerja-kerja jurnalistik teman-teman pers, di mana selama ini sering kali menjadi persoalan ketika teman-teman melakukan kegiatan jurnalistik, kemudian dari tulisannya dianggap merugikan para pihak bisa perorangan lembaga, institusi, kemudian diadukan ke kepolisian," katanya di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan waktu lalu.
Sementara Anggota Dewan Pers, Arif Zulkifli menambahkan surat perjanjian kerja sama antara Dewan Pers dan Bareskrim Polri itu ditandatangani Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto dan dirinya sebagai ketua komisi hukum Dewan Pers.
Dalam putusan bersama, Polri berkomitmen memberikan perlindungan keselamatan terhadap jurnalis yang tengah bertugas, Sebab, tak bisa dipungkiri masih banyak kekerasaan yang dialami wartawan, baik itu kekerasaan fisik, verbal maupun dalam bentuk ancaman maupun intimidasi, seperti kejadian wartawan saat meliput mafia BBM di SPBU Galala dua pekan lalu.
Selain itu, adanya potensi kriminalisasi terhadap pewarta juga bisa terjadi dengan adanya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Oleh karena itu Polri memastikan, jurnalis yang sedang malaksanakan tugas jurnalistik tidak akan pernah bisa dipidana.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo sendiri sudah mengeluarkan maklumat tidak boleh membatasi kebebasan pers dan berpendapat di muka umum, dengan catatan bukan ujaran kebencian bernada SARA.
"Sepanjang memenuhi kode etik jurnalistis media tidak perlu risau karena dilindungi Undang-Undang Pers dan mendapat jaminan konstitusional," jelasnya.
Jenderal bintang satu Ramadhan menambahkan, Undang-Undang ITE dan Undang-Undang Pers memiliki sifat kekhususan yang sama. pungkasnya
Selain itu, inisial (YS) juga berharap agar kejadian ini dapat di tindaki oleh APH dan transpalansi agar tidak terulang kembali dan karena dapat merugikan masyarakat luas serta tidak semena-mena terhadap kerja-kerja Jurnalis.
Penulis : Jensa