![]() |
Objek sengketa di kelurahan Mebali, Kecamatan Gandangbatu Sillanan, Kabupaten Tana Toraja. |
Sengketa tanah ini melibatkan seorang bernama Martha Sulu Rammang (MSR) yang diduga melakukan penyerobotan tanah milik empat rumpun keluarga sekaligus yakni Agatha Paundanan mewakili (Ne' Sari), Rida (Ne' Tina), Petrus Sari' Karoma (So' Laga), Neti Sammane (Sumule Sammane) dan Alberd Belo (Yayasan Advent).
Informasi diperoleh media ini, kasus penyerobotan tersebut sudah beberapa kali dimediasi di Kelurahan Mebali dan di Polres Tana Toraja, bahkan keempat rumpun keluarga sudah mengajukan somasi atas penyerobotan tersebut.
Namun hal itu bahkan tak diindahkan oleh Martha Sulu Rammang. Hal ini kemudian membuat keempat rumpun keluarga tersebut melaporkan Martha Salu Rammang ke Polres Tana Toraja.
Para pelapor (empat rumpun keluarga) dan saksi telah diambil keterangannya oleh penyidik berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/B/193/VII/2022/SPKT/POLRES TATOR/POLDA SULSEL Tgl. 26 Juli 2022 dengan laporan Penyerobotan dan Pengrusakan. Pasal 106 dan 406 KUHPidana.
"Seluruh pelapor tanahnya berbatasan langsung dengan terlapor, adapun penyerobotan ini akibat ekspansi perluasan lokasi rumah terlapor yang tidak lain adalah Istri dari dr. Johan Tonglo. Telah ditegur oleh rumpun keluarga pelapor maupun dari pihak kepolisian Resort Tana Toraja namun tidak digubris oleh Martha Sulu Rammang dan suami, bahkan mengancam akan mengambil seluruh tanah para terlapor," ujar Edyson Linnong, Kuasa Hukum keempat rumpun keluarga sebagai pelapor tersebut.
Dua Pelapor diketahui memiliki bukti sertifikat Hak Milik. Sementara pelapor lainnya yakni Yayasan Advent juga memiliki akta jual beli dengan orang tua mantan sekda Tana Toraja Enos Karoma. Dua pelapor lainnya memiliki surat keterangan kepemilikan tanah dari Lurah dan Kecamatan serta PBB.
Edyson Linnong, SH., MH, Kuasa Hukum dari keempat rumpun keluarga sebagai pelapor itu mengatakan, Pelapor dan Terlapor masih memiliki hubungan keluarga, namun semua tanah sudah terbagi dan orang tua Martha Sulu Rammang tahun 1982 telah membuat sertifikat bersamaan dengan sertifikat para pelapor sehingga seharusnya terlapor sudah jelas batas tanahnya.
"Janganlah karena kita merasa memiliki segalanya sehingga dengan gampang menindas orang sekitar. Kejadian ini seperti ini sudah sering kami tangani di Pengadilan khususnya di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Makale. Saat orang tua masih hidup mereka satu sama lain saling menghargai, 'siangga' sia siangkaran' tapi kenapa anak-anaknya ketika sudah sukses merasa memiliki segalanya lalu seenaknya menyerobot dan merusak tanaman orang lain," kata Edy.
Edy sebagai Kuasa Hukum mewakili keempat rumpun keluarga sebagai pelapor, dirinya optimis pihak penyidik akan menindaklanjuti laporan kliennya dan memproses sampai ke Pengadilan. (AA)